RSS

Arsip Bulanan: Juni 2010

Latar Belakang Lahirnya Angkatan 70-an

1. Latar Belakang Lahirnya Angkatan 70-An
Munculnya angkatan 70-an karena adanya pergeseran sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru, baik di bidang puisi, prosa maupun drama. Pergeseran ini mulai kelihatan setelah gagalnya kudeta G30 S/PKI. Dalam periode 70-an pengarang berusaha melakukan eksperimen untuk mencoba batas-batas berupa kemungkinan bentuk baik prosa, puisi drama semakin tidak jelas.
2. Siapa saja yang memberi nama dan berdasarkan peristiwa apa
Yang memberi nama angkatan 70-an yaitu:
a) Hadi W.M, dan
b) Dami N. Toda
Berdasarkan pergeseran sikap berfikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya.
3. Siapa saja sastrawan dan hasil karya sastra mereka?
Sastrawan tahun 1970-an atau angkatan 70-an, berdasarkan karya-karya yang dihasilkannya, dapat dibagi menjadi 3 kelompok, antara lain:
1. Kelompok pertama yaitu mereka yang termasuk angkatan 66 atau yang telah berkarya pada tahun 1960-an, telah mulai makin matang pada tahun 1970-an.
Yang termasuk sastrawan dari kelompok ini, antara lain:
1) Abdul Hadi W.M
Karangannya:
– Laut Belum Pasang (kumpulan sajak, 1971)
– Cermin (kumpulan sajak, 1975)
– Potret panjang seorang pengunjung pantai sanur (kumpulan sajak 197)
– Meditasi (kumpulan sajak, 1975).
2) Supardi Djoko Damono
Karangannya:
– Dukamu Abadi (Kumpulan sajak, 1969)
– Mata Pisau (Kumpulan sajak, 1974)
– Akuarium (Kumpulan sajak, 1974)
– Sosiologi, sastra (1978)
– Novel Indonesia Sebelum Perang (1979)
3) Goenawan Muhamad
Karangannya:
– Lautan Bernyanyi (Drama, 1967)
– Bila malam bertambah malam ( Novel, 1971)
– Telegram (Novel, 1974)
– Dadaku adalah perisaiku (kumpulan sajak, 1974)
– Anu (Drama, 1975)
– Aduh (Drama, 1975)
– Pabrik (Novel, 1976)
– Dag Dig Dug (1977)
– Stasiun (Novel, 1977)
– MS (Novel, 1977)
– Tak Cukup Sedih (Novel, 1977).
4) Umar Kagam
Karangannya:
– Seribu kunang dan kunang di mahatta (Kumpulan cerpen, 1972)
– Sri Sumarak dan Buluk (Kumpulan cerpen, 1975)
– Totok dan Toni (Cerita anak-anak, 1975)
– Seni, tradisi, masyarakat (kumpulan esei, 1981)
5) Leon Agusta
Karangannya:
– Catatan putih (Kumpulan sajak, 1975)
– Di bawah bayang-bayang sang kekasih (novel, 1978)
– Hukla (Kumpulan sajak, 1979)
6) Gerson Poyk
Karangannya:
– Hari-Hari Pertama (Novel, 1968)
– Sang Guru (Novel, 1971)
– Jerat (Kumpulan Cerpen, 1975)
– Mutiara di Tengah Sawah (Kumpulan Cerpen, 1984)
– Nostalgia Nusa Tenggara (Kumpulan Cerpen, 1976)
– Cumbuan Sabana (Novel, 1979)
2. Kelompok Kedua, yang karya-karyanya baru muncul tahun 1970-an. Yang termasuk sastrawan golongan ini antara lain:
1) Korrie Layun Rampan
Karangannya:
– Matahan pinsan & ubun-ubun (kumpulan sajak, 1974)
– Upacara (Novel, 1978)
– Kekasih (Kumpulan Cerpen, 1981)
– Dst
2) Entha Ainun Nadjib
Karangannya:
– “M” Frustasi (kumpulan sajak, 1976)
– Nyanyian Gelandangan (Kumpulan Sajak, 1981)
3) Hamid Jabbar
Karangannya:
– Paco-Paco (Kumpulan Sajak, 1974)
– Dua Warna (Kumpulan Sajak Bersama Upita Agustina, 1975)
4) Toen Herarti
Karangannya:
– Sajak-Sajak 33 (Kumpulan Sajak, 1973)
5) Putu Arya Tirtawirya
Karangannya:
– Pasir Putih Pasir Laut (Kumpulan Cerpen, 1973)
– Nama Saya Ari (Novel, 1976)
– Malam Pengantin (Kumpulan Cerpen, 1974)
– Pan Balang Tamak (Cerita Anak-Anak, 1972)
6) Linus Suryadi
Karyanya:
– Langit Kelabu (Kumpulan Sajak, 1976)
– Perang Troya (Cerita Anak-Anak, 1977)
7) Arswendo Atmowiloto
Karangannya:
– Penantang Tuhan (Drama, 1972)
– Bayang-Bayang Baurl (Drama, 1972)
– Surat dengan sampul putih (Kumpulan Cerpen, 1978)
3. Kelompok ketiga, mereka yang menghasilkan karya-karya dengan kecenderungan melakukan bentuk-bentuk ekspenmentasi, yang termasuk dalam golongan ini antara lain:
1) Aritin C. Noer
Karyanya:
a) Sumur Tanpa Dasar (Drama, 1971)
b) Selamat Pagi Jajang (Kumpulan Sajak, 1976)
c) dst
2) Putu Wijaya
Karnyanya:
a) Bila Malam Bertambah Malam (Novel, 1971)
b) Dadaku Adalah Perisaiku (Kumpulan Sajak, 1974)
c) Tak Cukup Sedih (Novel, 1977)
3) Kuntowijoyo
Karyanya:
a) Tidak Ada Waktu Untuk Nyonya Fatma, Berada dan Cartas (Drama, 1972)
b) Isyarat (Kumpulan Sajak, 1976)
c) Pasar (Novel, 1972)
4) Budi Darma
Karyanya:
a) Orang-Orang Bloongminton (Kumpulan Cerpen, 1980)
b) Olenka (Novel, 1983)
5) Ibrahim Sattah
Karyanya:
a) Daudandit (Kumpulan Sajak, 1975)
b) Ibrahim (Kumpulan Sajak, 1980)

6) Adri Darmadji Woko
Karyanya:
a) Boneka Mainan (Kumpulan Sajak, 1985)
7) Darmanto Jatman
Karyanya:
a) Bangsal (Kumpulan Sajak, 1975)
8) Yudhistira Ardi Noegraha
Karyanya:
a) Arjuna Mencari Cinta (Novel, 1977)
b) Penjarakan Aku Dalam Hatimu (Kumpulan Cerpen, 1979)
4. Jenis Karya Sastra Yang Dominan
Karya sastra yang paling dominan angkatan 70-an yaitu Puisi (sajak).
a. Ciri-ciri yang menonjol dari ekspermentasi yang diperlihatkan dari karya-karya yang muncul tahun 1970-an dapat disebut beberapa diantaranya:
a) Untuk Nove dapat diwakili oleh Karya Iwan Sumatupang, Putu Wijaya dan Kuntowijoyo.
Ciri khas yang menonjol dari karya mereka, yang merupakan unsur-unsur intrinsik yaitu:
1) Tema, mengangkat masalah keterubingan manusia dan kehidupan yang absurd (tidak masuk akal)
2) Identitas tokoh menjadi tidak penting
3) Latar tempat dan latar waktu, dapat berlaku dimana saja
4) Alur, tidak lagi menekankan hubungan sebab akibat (kausalitas). Peristiwa yang dihasilkan oleh lakuan dan pikiran, disajikan secara tumpang tindih. Akibatnya peristiwa itu seolah-olah tidak jelas lagi.
b) Untuk cerpen, dapat diwakili oleh karya-karya Danarto, Putu Wijaya, Kuntowijoyo. Lebih khusus lagi cerpen-cerpen Danarto, karena:
 Tokoh yang muncul bisa apa saja (air, batu, hewan, tanaman atau benda dan binatang apapun, bisa saja menjadi tokoh dan berdialog dengan tokoh utama. Kumpulan cerpen Godlob, dapatlah mewakili, bentuk eksperimentasi cerpen Indonesia tahun 1970-an.
c) Untuk Drama, dapat diwakili oleh karya-karya Arifin C Noer, Putu Wijaya, Rendra dan Ikranegara.
Ciri yang menonjol
Dalam hal ini, identitas tokoh yang tidak jelas, juga memungkinkan bagi seseorang pemalu, dapat memajukan peran dua tokoh atau lebih. Ciri khas yang lainnya lagi adalah lepasnya keterikatan pada panggung jika pada naskah-naskah drama sebelumnya, latar tempat dan materialnya yang serba jelas dan konkret, maka dalam sebagian naskah drama yang muncul tahun 1970-an itu, panggung tidak lagi menjadi penting. Artinya, pemerataan itu dapat dilangsungkan dimana saja. Bahkan, tampil dengan drama mini kata, yaitu drama yang sengaja lebih mementingkan lakuan darripada dialong.
d) Untuk Puisi, ikatan pada bait dan larik, sama sekali diabaikan. Puisi tahun 1970-an cenderung lebih mementingkan ekspresi untuk mendukung tema yang hendak disampaikan. Selain itu, gencar pula kecenderungan untuk menggali akar tradisi kultural tempat penyair itu lahir dan dibesarkan.
Misalnya:
1. Sutardji Calzoum Bachri
2. Ibrahim Sattah
3. Adji Darmadji Woko
4. Darmadji Woko, adalah beberapa nama yang menonjol mengangkat tradisi kulturalnya.
5. Peristiwa-Peristiwa Penting Yang Terjadi Dalam Angkatan 70-an!
Tahun 1970-an kembali dikejutkan kembali oleh pembaru yang lain yakni Sukardji Calzoum Bachri. Karena sajak-sajak Sutardji “lain” dari sajak Indonesia sebelumnya.
Agar lebih jelas “pembaruan” seperti apa yang dibawakan Sutardji mengenai puisi, sebagaimana tertuang dalam “Kredo Puisi”.
Kutipan beberapa bagian dan “kredo puisi”
“Dalam (penciptaan puisi, saya, kata-kata saya biarkan bebas”, dst ……..
Munulnya “Puisi mbeling” ada kaitannya dengan majalah sastra Horison. Karena disamping majalah budaya Jaya dan Basis, tahun 70-an hanya ada satu majalah sastra, yakni Majalah Horison. Dipihak lain, minat untuk menjadi penyair begitu besar. Akibatnya, Majalah Horison tidak mampu menampung puisi yang dikirimkan kepadanya.
6. Unsur-Unsur Intrinsik, antara lain : dari
Telegram (Novel, 1974) Karya Putu Wijaya.
a. Tema
Masalah ketakutan manusia modern tentang suatu telegram, karena sudah menjadi kebiasaan umum bahwa isi telegram selalu hal-hal yang luar biasa, terutama yang malapetaka
b. Latar (Setting)
Cerita ini berlatar belakang cerita masyarakat Bali dengan segala adat istiadatnya. Setting tempatnya adalah sebuah kota metropolitan.
c. Tokoh-tokohnya:
1) Si Lelaki, adalah seorang pemuda Bali yang merantau ke Kota Metropolitan Jakarta. Lelaki itu takut menerima telegram, karena dia menganggap bahwa isi telegram selalu hal-hal yang menakutkan: sakit, malapetaka, kematian, dsb.
2) Sinta, anak gadis kecil, anak angkat Si Lelaki.
3) Ibu kandung Sinta, seorang wanita jalanan yang miskin.
4) Nurma, seorang pelacur murahan, yang sering diganti-ganti si lelaki.
5) Rosa, kekasih impian si lelaki
6) Sang bibi, bibinya si lelaki atau Ibu kosnya si lelaki.
d. Unsur-unsur ekstrinsik, antara lain:
– Kebudayaan (adat-istiadat)
– Perekonomian
– Sosial
– Psikologis (Si lelaki mengalami krisis kejiwaan antara kenyataan dan khayalan yang menyatu dalam dirinya).
– Sosiologi karya sastra (menyangkut baik dan buruknya)

7. Aliran-Aliran Sastra yang terdapat pada angkatan 70-an:
– Aliran Romantisme ungkapan perasaan yang berlebih-lebihan
– Aliran Realisme berdasarkan kenyataan
– Ekspresionisme luapan perasaan
– Aliran Absurd abstrak / tidak jelas
– Aliran naturalisme Pelukis menggambarkan secara alami
Itulah sebabnya, para pendukung “Puisi Inbeling” adalah dari kaum muda dan mereka yang baru mulai menulis puisi namun ingin cepat tampil ke permukaan. Dengan kata lain, munculnya “Puisi Inbeling” sebagai “pemberontakan” kalangan muda terhadap kemajuan, baik kemampuan Majalah Horison, maupun kemampuan penyair-penyair senior.
“Pemberontakan” itu pun terlihat kembali dalam pengadilan puisi pada tahun 1974.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 18 Juni 2010 inci Tugas/Makalah